Di bulan Ramadhan ini setiap muslim
memiliki kewajiban untuk menjalankan puasa dengan menahan lapar dan dahaga
mulai dari fajar hingga terbenamnya matahari. Namun ada di antara kaum muslimin
yang melakukan puasa, dia tidaklah mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga
saja yang menghinggapi tenggorokannya. Inilah yang disabdakan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang jujur lagi membawa berita yang benar,
Minggu, 21 Juli 2013
Shalat Tarawih 4 Raka’at dengan 1 Salam Bid’ah ?
Shalat Tarawih 4 Raka’at dengan 1 Salam Bid’ah ?
Oleh : Ust.
Abu Al-Jauzaa'
Tanya
: Apakah
shalat tarawih 4 raka’at 4 raka’at dengan satu salam (lalu witir 3 raka’at)
termasuk bid’ah ?
Jawab
: Tidak,
bahkan kaifiyyah shalat seperti itu shahih dicontohkan dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam, sebagaimana perkataan ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa :
مَا كَانَ
يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً،
يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي
أَرْبَعًا، فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا
“Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah shalat di bulan Ramadlan
maupun di bulan selainnya lebih dari sebelas raka’at. Beliau shalat
empat raka’at, kamu jangan menanyakan bagus dan panjangnya. Setelah itu shalat
empat raka’at dan kamu jangan menanyakan bagus dan panjangnya. Kemudian beliau
shalat tiga raka’at” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 2013 dan
Muslim no. 738].
Dhahir
hadits ini menunjukkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam shalat
empat raka’at dengan satu salam.
Inilah pendapat Abu Haniifah, sebagaimana disitir oleh Al-‘Iraaqiy rahimahumallah
:
وَقَالَ أَبُو
حَنِيفَةَ الْأَفْضَلُ أَنْ يُصَلِّيَ أَرْبَعًا أَرْبَعًا وَإِنْ شَاءَ
رَكْعَتَيْنِ وَإِنْ شَاءَ سِتًّا وَإِنْ شَاءَ ثَمَانِيًا وَتُكْرَهُ
الزِّيَادَةُ عَلَى ذَلِكَ
“Abu Haniifah berkata : “Afdlal-nya
shalat malam empat raka’at empat raka’at. Apabila
berkehendak, shalat 2 raka’at, apabila berkehendak shalat 6 raka’at, apabila
berkehendak shalat 8 raka’at. Dan dimakruhkan menambah raka’at dari itu” [Tharhut-Tatsriib,
3/357].
Ash-Shan’aaniy rahimahullah berkata
:
يحتمل أنها
متصلات و هو الظاهر . ويحتمل أنها منفصلات و هو بعيد الا انه يوافق حديث : صلاة
الليل مثنى مثنى
“Kemungkinan empat raka’at
tersebut bersambung, dan inilah yang dhaahir. Dan kemungkinan juga
dipisah, namun (kemungkinan) ini sangatlah jauh. Hanya saja ia sesuai dengan
hadits : ‘shalat malam itu dua raka’at dua raka’at” [Subulus-Salaam,
2/19].
Asy-Syaikh
Al-Albaaniy rahimahullah berkata saat menjelaskan beberapa sifat shalat
taraawiih dalam hadits-hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
يصلي 11 ركعة
أربعا بتسليمة واحدة ثم أربعا مثلها ثم ثلاثا
“Shalat
11 raka’at, yaitu : empat raka’at dengan satu salam, empat raka’at semisalnya,
lalu tiga raka’at” [Shalaatut-Taraawiih, hal. 91].
Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Umar
Bazmuul hafidhahullah berkata :
يشرع للمسلم أن
يوتر بإحدى عشرة ركعة ، ويصليها على صفتين :
الأولى : أن
يصلي مثنى مثنى عشر ركعات ثم يوتر بواحدة .
الثاني : أن
يصلي أربعاً أربعاً ثم يصلي ثلاثاً.
“Disyari’atkan bagi muslim
untuk shalat witir 11 raka’at, yang dapat dilakukan dengan dua sifat : (1)
shalat dua raka’at dua raka’at sebanyak 10 raka’at, lalu shalat witir satu
raka’at; (2) shalat empat raka’at empat raka’at, lalu shalat witir 3 raka’at”…….
Lalu beliau menyebutkan hadits ‘Aaisyah di atas [Bughyatul-Mutathawwi’,
hal. 60-61].
Sebagian ulama memahami bahwa
hadits ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa di atas (yang bersifat mutlak) dan mesti
dibawa pada hadits ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa yang lain :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلَاةِ
الْعِشَاءِ، وَهِيَ الَّتِي يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى
عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ، فَإِذَا
سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ، وَتَبَيَّنَ لَهُ الْفَجْرُ وَجَاءَهُ
الْمُؤَذِّنُ، قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ، ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ
الأَيْمَنِ، حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُؤَذِّنُ لِلإِقَامَةِ
Biasanya Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam melakukan shalat setelah isya’ – yang oleh orang-orang
dinamakan dengan shalat ‘atamah – sampai menjelang fajar sebanyak sebelas
raka’at, salam pada setiap dua raka’at dan witir satu raka’at.
Apabila mu’adzin telah mengumandangkan adzan fajar, dan fajar telah
nampak jelas dan muadzinpun telah hadir, maka beliau shalat dua raka’at ringan
(yaitu shalat sunnah fajar) kemudian berbaring di sisi badan yang kanan
sehingga muadzin datang mengumandangkan iqamat” [Diriwayatkan oleh Muslim
no. 736].
Atau hadits Ibnu ‘Umar radliyallaahu
‘anhu, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
صَلَاةُ
اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى
“Shalat malam itu dua
raka’at dua raka’at” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 991 & 993
& 1137, Muslim no. 749, Abu Daawud no. 1326, dan yang lainnya dari Ibnu ‘Umar
radliyallaahu ‘anhumaa].
Bahkan sebagian ulama lain
mengatakan tidak sah[1] !!
Pendapat ini tidaklah benar, wallaahu
a’lam, karena sifat shalat malam Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam dua raka’at dua raka’at bukanlah keharusan, akan tetapi merupakan sifat
shalat yang paling sering dilakukan oleh beliau shallallaahu ‘alaihi wa
sallam.
Telah shahih dalam hadits bahwa
beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat malam 11 raka’at tidak
dengan dua raka’at dua raka’at. Mari kita simak hadits ‘Aaisyah radliyallaahu
‘anhaa yang lain, ia berkata :
كُنَّا نُعِدُّ لَهُ،
سِوَاكَهُ، وَطَهُورَهُ، فَيَبْعَثُهُ اللَّهُ مَا شَاءَ أَنْ يَبْعَثَهُ مِنَ اللَّيْلِ،
فَيَتَسَوَّكُ، وَيَتَوَضَّأُ، وَيُصَلِّي تِسْعَ رَكَعَاتٍ، لَا يَجْلِسُ فِيهَا إِلَّا
فِي الثَّامِنَةِ، فَيَذْكُرُ اللَّهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوهُ ثُمَّ يَنْهَضُ، وَلَا
يُسَلِّمُ، ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّ التَّاسِعَةَ، ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللَّهَ
وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوهُ، ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيمًا يُسْمِعُنَا، ثُمَّ يُصَلِّي
رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِّمُ وَهُوَ قَاعِدٌ، وَتِلْكَ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً،
يَا بُنَيَّ، فَلَمَّا أَسَنَّ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَخَذَ
اللَّحْمَ، أَوْتَرَ بِسَبْعٍ وَصَنَعَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ مِثْلَ صَنِيعِهِ الأَوَّلِ،
فَتِلْكَ تِسْعٌ يَا بُنَيَّ
“Kamilah yang mempersiapkan
siwak dan air wudlu beliau. Bila Allah membangunkan beliau pada waktu yang
dikehendaki di malam hari, beliau bersiwak dan berwudlu lantas shalat sembilan
raka’at tidak duduk (tasyahud) kecuali pada raka’at kedelapan.
Beliau berdzikir, memuji Allah, dan berdoa, kemudian beliau bangkit dan tidak
salam meneruskan raka’at kesembilan. Kemudian beliau duduk, berdzikir, memuji
Allah, dan berdoa, kemudian salam dengan satu salam yang terdengar oleh kami.
Setelah itu beliau shalat dua raka’at sambil duduk. Jadi jumlahnya sebelas
raka’at wahai anakku. Ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
telah tua dan gemuk, beliau berwitir tujuh raka’at, kemudian dua raka’at
setelahnya dilakukan seperti biasa, maka jumlahnya sembilan wahai anakku”
[Diriwayatkan oleh Muslim no. 746].
Sangat terperinci sifat shalat
witir beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas. Beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukannya dua raka’at dua raka’at.
Sah kah shalat beliau tersebut ?. Tentu saja sah, karena apa yang dilakukan
beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi dalil bagi ibadah
kita akan keabsahannya.
Walhasil, shalat malam atau shalat tarawih 4 raka’at dengan
satu salam adalah boleh dan sah. Jika dilakukan dua raka’at dua raka’at, afdlal.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa’ - perumahan
ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor - 04091434/13072013 – 17:22 WIB].Miskin Tapi Kaya
Imam As-Syafii rahimahullah berkata :
إِذَا مَا كُنْتَ ذَا قَلْبٍ قَنُوْعٍ ..... فَأَنْتَ وَمَالِكُ الدُّنْيَا سَوَاءُ
Jika engkau memiliki hati yang selalu qona'ah …
maka sesungguhnya engkau sama seperti raja dunia
Sekitar tujuh tahun yang lalu saya berkunjung di kamar seorang teman saya di Universitas Madinah yang berasal dari negara Libia, dan kamar tersebut dihuni oleh tiga mahasiswa yang saling dibatasi dengan sitar (kain) sehingga membagi kamar tersebut menjadi tiga petak ruangan kecil berukuran sekitar dua kali tiga meter. Ternyata… ia sekamar dengan seorang mahasiswa yang berasal dari negeri China yang bernama Ahmad. Beberapa kali aku dapati ternyata Ahmad sering dikunjungi teman-temannya para mahasiswa yang lain yang juga berasal dari China. Rupanya mereka sering makan bersama di kamar Ahmad, sementara Ahmad tetap setia memasakkan makanan buat mereka. Akupun tertarik melihat sikap Ahmad yang penuh rendah diri melayani teman-temannya dengan wajah yang penuh senyum semerbak. Ahmad adalah seorang mahasiswa yang telah berkeluarga dan telah dianugerahi seorang anak. Akan tetapi jauhnya ia dari istri dan anaknya tidaklah menjadikan ia selalu dipenuhi kesedihan…, hal ini berbeda dengan kondisi sebagian mahasiswa yang selalu bersedih hati karena memikirkan anak dan istrinya yang jauh ia tinggalkan.
إِذَا مَا كُنْتَ ذَا قَلْبٍ قَنُوْعٍ ..... فَأَنْتَ وَمَالِكُ الدُّنْيَا سَوَاءُ
Jika engkau memiliki hati yang selalu qona'ah …
maka sesungguhnya engkau sama seperti raja dunia
Sekitar tujuh tahun yang lalu saya berkunjung di kamar seorang teman saya di Universitas Madinah yang berasal dari negara Libia, dan kamar tersebut dihuni oleh tiga mahasiswa yang saling dibatasi dengan sitar (kain) sehingga membagi kamar tersebut menjadi tiga petak ruangan kecil berukuran sekitar dua kali tiga meter. Ternyata… ia sekamar dengan seorang mahasiswa yang berasal dari negeri China yang bernama Ahmad. Beberapa kali aku dapati ternyata Ahmad sering dikunjungi teman-temannya para mahasiswa yang lain yang juga berasal dari China. Rupanya mereka sering makan bersama di kamar Ahmad, sementara Ahmad tetap setia memasakkan makanan buat mereka. Akupun tertarik melihat sikap Ahmad yang penuh rendah diri melayani teman-temannya dengan wajah yang penuh senyum semerbak. Ahmad adalah seorang mahasiswa yang telah berkeluarga dan telah dianugerahi seorang anak. Akan tetapi jauhnya ia dari istri dan anaknya tidaklah menjadikan ia selalu dipenuhi kesedihan…, hal ini berbeda dengan kondisi sebagian mahasiswa yang selalu bersedih hati karena memikirkan anak dan istrinya yang jauh ia tinggalkan.
Suatu saat akupun menginap di kamar temanku tersebut, maka aku dapati ternyata Ahmad bangun sebelum sholat subuh dan melaksanakan sholat witir, entah berapa rakaat ia sholat. Tatkala ia hendak berangkat ke mesjid maka akupun menghampirinya dan bertanya kepadanya, "Wahai akhi Ahmad, aku lihat engkau senantiasa ceria dan tersenyum, ada apakah gerangan", Maka Ahmadpun dengan serta merta berkata dengan polos, "Wahai akhi… sesungguhnya Imam As-Syafi'i pernah berkata bahwa jika hatimu penuh dengan rasa qonaa'h maka sesungguhnya engkau dan seorang raja di dunia ini sama saja".
Aku pun tercengang… sungguh perkataan yang indah dari Imam As-Syafii… rupanya inilah rahasia kenapa Ahmad senantiasa tersenyum.
Para pembaca yang budiman Qona'ah dalam bahasa kita adalah "nerimo" dengan apa yang ada. Yaitu sifat menerima semua keputusan Allah. Jika kita senantiasa merasa nerima dengan apa yang Allah tentukan buat kita, bahkan kita senantiasa merasa cukup, maka sesungguhnya apa bedanya kita dengan raja dunia. Kepuasan yang diperoleh sang raja dengan banyaknya harta juga kita peroleh dengan harta yang sedikit akan tetapi dengan hati yang qona'ah.
Bahkan bagitu banyak raja yang kaya raya ternyata tidak menemukan kepuasan dengan harta yang berlimpah ruah… oleh karenanya sebenarnya kita katakan "Jika Anda memiliki hati yang senantiasa qona'ah maka sesungguhnya Anda lebih baik dari seorang raja di dunia".
Bahaya Khomr (Segala Sesuatu yang Memabukkan)
Hadits 46
عن سعيد بن أبي بردة عن أبيه عن أبي موسى الأشعري رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم بعثه إلى اليمن فسأله عن أشربة تصنع بها فقال وما هي قال البتع والمزر -فقلت لأبي بردة ما البتع قال نبيذ العسل والمزر نبيذ الشعير- فقال كل مسكر حرام
Dari Sai'id bin Abi Burdah dari ayahnya dari Abu Musa Al-Asy'ari bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya ke negeri Yaman maka iapun (Abu Musa) bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hukum minum-minuman yang dibuat di Yaman. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun bertanya kepadanya, "Apakah minum-minuman tersebut?", ia menjawab, "Al-Bit'[1] dan dan Al-Mizr[2]. -Aku (Sa'id bin Abi Burdah) bertanya kepada Abi Burdah, "Apakah itu Al-Bit'?", ia berkata, "Al-Bit' adalah nabidz[3] madu dan Al-Mizr adalah nabidz gandum"-. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallambersabda, "Setiap yang memabukkan adalah haram" (HR Al-Bukhari 4/1579 no 4087 dan 5/2269 no 5773, Muslim 3/1586 no 1733)
Berkata sekelompok salaf bahwasanya peminum khomr melalui suatu waktu dimana ia tidak mengenal pada waktu tersebut Robnya, padahal Allah hanyalah menciptakan mereka (para peminum khomr) untuk mengenalNya, mengingatNya, beribadah kepadaNya, dan taat kepadaNya. Maka perkara apa saja yang mengantarkan kepada terhalanginya seorang hamba dengan tujuan-tujuan penciptaannya dan menghalangi antara hamba dari mengenal dan mengingat serta bermunajat kepada RobNya maka hukumnya adalah haram, dan perkara tersebut adalah mabuk. Dan hal ini berbeda dengan tidur, karena Allah telah menjadikan hamba-hambaNya memiliki sifat tersebut dan menjadikan mereka harus membutuhkan hal itu, tidak ada penegak untuk menegakkan tubuh-tubuh mereka kecuali dengan tidur karena tidur merupakan istirahat dari keletihan dan kelelahan. Dan tidur merupakan salah satu nikmat Allah yang sangat besar kepada hamba-hambaNya. Jika seorang mukmin tidur sesuai dengan kebutuhannya lalu bangun dari tidurnya untuk mengingat Allah dan bermunajat kepadaNya serta berdo'a kepadaNya maka tidurnya itu merupakan penolong baginya untuk sholat dan berdzikir. Oleh karena itu sebagian salaf berkata, إني أحتسب نومتي كما أحتسب قومتي "Aku mengharapkan pahala dari Allah dengan tidurku sebagaimana aku mengharapkan pahala dengan sholat malamku" (Jami'ul Ulum 1/421)
عن سعيد بن أبي بردة عن أبيه عن أبي موسى الأشعري رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم بعثه إلى اليمن فسأله عن أشربة تصنع بها فقال وما هي قال البتع والمزر -فقلت لأبي بردة ما البتع قال نبيذ العسل والمزر نبيذ الشعير- فقال كل مسكر حرام
Dari Sai'id bin Abi Burdah dari ayahnya dari Abu Musa Al-Asy'ari bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya ke negeri Yaman maka iapun (Abu Musa) bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hukum minum-minuman yang dibuat di Yaman. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun bertanya kepadanya, "Apakah minum-minuman tersebut?", ia menjawab, "Al-Bit'[1] dan dan Al-Mizr[2]. -Aku (Sa'id bin Abi Burdah) bertanya kepada Abi Burdah, "Apakah itu Al-Bit'?", ia berkata, "Al-Bit' adalah nabidz[3] madu dan Al-Mizr adalah nabidz gandum"-. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallambersabda, "Setiap yang memabukkan adalah haram" (HR Al-Bukhari 4/1579 no 4087 dan 5/2269 no 5773, Muslim 3/1586 no 1733)
Berkata sekelompok salaf bahwasanya peminum khomr melalui suatu waktu dimana ia tidak mengenal pada waktu tersebut Robnya, padahal Allah hanyalah menciptakan mereka (para peminum khomr) untuk mengenalNya, mengingatNya, beribadah kepadaNya, dan taat kepadaNya. Maka perkara apa saja yang mengantarkan kepada terhalanginya seorang hamba dengan tujuan-tujuan penciptaannya dan menghalangi antara hamba dari mengenal dan mengingat serta bermunajat kepada RobNya maka hukumnya adalah haram, dan perkara tersebut adalah mabuk. Dan hal ini berbeda dengan tidur, karena Allah telah menjadikan hamba-hambaNya memiliki sifat tersebut dan menjadikan mereka harus membutuhkan hal itu, tidak ada penegak untuk menegakkan tubuh-tubuh mereka kecuali dengan tidur karena tidur merupakan istirahat dari keletihan dan kelelahan. Dan tidur merupakan salah satu nikmat Allah yang sangat besar kepada hamba-hambaNya. Jika seorang mukmin tidur sesuai dengan kebutuhannya lalu bangun dari tidurnya untuk mengingat Allah dan bermunajat kepadaNya serta berdo'a kepadaNya maka tidurnya itu merupakan penolong baginya untuk sholat dan berdzikir. Oleh karena itu sebagian salaf berkata, إني أحتسب نومتي كما أحتسب قومتي "Aku mengharapkan pahala dari Allah dengan tidurku sebagaimana aku mengharapkan pahala dengan sholat malamku" (Jami'ul Ulum 1/421)
Sabtu, 20 Juli 2013
Kegagalan Konsep Teologi Syi’ah Masuk dalam ‘Aqidah Ahlus-Sunnah
Kegagalan Konsep Teologi Syi’ah Masuk dalam ‘Aqidah Ahlus-Sunnah
Oleh : Ust.Abu Al Jauzaa, hafidzohullah
Sudah
sangat dimaklumi bahwa orang-orang Syi’ah sangat antusias berkamuflase
menjadi Ahlus-Sunnah dan menyusupkan pemahamannya dengan menggunakan beberapa referensi
Ahlus-Sunnah. Orang awam sangat rentan dibuat bingung menghadapi syubhat musang
berbulu domba ini. Padahal, referensi Ahlus-Sunnah sudah menggagalkan syubhat
teologi mereka sejak awal. Diantara kegagalan konsep mereka tersebut antara
lain :
1.
Imaamah.
Ini salah satu
dogma terbesar Syi’ah, yaitu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
telah berwasiat dan/atau mewariskan kekhilafahan/imaamah kepada ‘Aliy bin Abi
Thaalib radliyallaahu ‘anhu, dan terus kepada keturunannya ke bawah yang
katanya berjumlah 12 orang (termasuk ‘Aliy). Yang mengingkarinya adalah kafir,
karena dogma ini masuk dalam rukun iman versi agama Syi’ah.
Dogma ini gagal
berdasarkan dalil :
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ أَخْبَرَنَا أَزْهَرُ أَخْبَرَنَا ابْنُ عَوْنٍ
عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ قَالَ ذُكِرَ عِنْدَ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَوْصَى إِلَى عَلِيٍّ فَقَالَتْ مَنْ قَالَهُ لَقَدْ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنِّي لَمُسْنِدَتُهُ إِلَى صَدْرِي فَدَعَا
بِالطَّسْتِ فَانْخَنَثَ فَمَاتَ فَمَا شَعَرْتُ فَكَيْفَ أَوْصَى إِلَى عَلِيٍّ
Telah menceritakan
kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad : Telah mengkhabarkan kepada kami Azhar :
Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu ‘Aun, dari Ibraahiim, dari Al-Aswad, ia
berkata : Disebutkan di sisi ‘Aaisyah : ‘Bahwasannya Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam mewasiatkan sesuatu (secara khusus) kepada ‘Aliy’. Maka
ia berkata : “Sungguh aku melihat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan
menyandarkannya di dadaku. Maka beliau meminta sebuah bejana. Badan beliau pun
melemas, beliau melemas dan aku tidak sadar bahwa beliau sudah wafat, lalu
kapan beliau memberinya wasiat kepada ‘Aliy ?” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy
no. 4459].[1]
حَدَّثَنَا
وَكِيعٌ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ سَالِمِ بْنِ أَبِي الْجَعْدِ، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ سَبُعٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ:
لَتُخْضَبَنَّ هَذِهِ مِنْ هَذَا، فَمَا يَنْتَظِرُ بِي الْأَشْقَى؟ ! قَالُوا:
يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، فَأَخْبِرْنَا بِهِ نُبِيرُ عِتْرَتَهُ، قَالَ: إِذًا
تَالَلَّهِ تَقْتُلُونَ بِي غَيْرَ قَاتِلِي، قَالُوا: فَاسْتَخْلِفْ عَلَيْنَا،
قَالَ: لَا، وَلَكِنْ أَتْرُكُكُمْ إِلَى مَا تَرَكَكُمْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا: فَمَا تَقُولُ لِرَبِّكَ إِذَا
أَتَيْتَهُ؟ وَقَالَ وَكِيعٌ مَرَّةً: إِذَا لَقِيتَهُ؟ قَالَ: أَقُولُ: "
اللَّهُمَّ تَرَكْتَنِي فِيهِمْ مَا بَدَا لَكَ، ثُمَّ قَبَضْتَنِي إِلَيْكَ
وَأَنْتَ فِيهِمْ، فَإِنْ شِئْتَ أَصْلَحْتَهُمْ، وَإِنْ شِئْتَ أَفْسَدْتَهُمْ
"
Telah menceritakan
kepada kami Wakii’ : Telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Saalim bin
Abi Ja’d, dari ‘Abdullah bin Sabu’, ia berkata : Aku mendengar ‘Aliy radliyallaahu
‘anhu berkata : “Sungguh akan diwarnai (darah) dari sini hingga sini, dan
tidak menungguku selain kesengsaraan." Para shahabat bertanya :
"Wahai Amirul-Mukminiin beritahukan kepada
kami orang itu, agar kami bunuh keluarganya." Ali berkata; "Kalau
begitu, demi Allah, kalian akan membunuh selain pembunuhku." Mereka
berkata : "Angkatlah
khalifah pengganti untuk memimpin kami !". ‘Aliy
menjawab : "Tidak,
tapi aku tinggalkan kepada kalian apa yang telah Rasulullah shallallaahu
'alaihi wasallam tinggalkan untuk kalian". Mereka bertanya :
"Apa yang akan kamu katakan kepada Rabbmu jika kamu menghadap-Nya?".
Dalam kesempatan lain Wakii' berkata : "Jika kamu bertemu
dengan-Nya?" ‘Aliy berkata : "Aku akan berkata : 'Ya Allah, Engkau
tinggalkan aku bersama mereka sebagaimana tampak bagi-Mu, kemudian Engkau cabut
nyawaku dan Engkau bersama mereka. Jika Engkau berkehendak, perbaikilah mereka
dan jika Engkau berkehendak maka hancurkanlah mereka'" [Diriwayatkan oleh Ahmad,
1/130; shahih dengan keseluruhan jalannya[2]].
Ahlul-bait sendiri mengingkari
teori estafet imaamah yang diklaim Syi’ah.[3]
Ditambah lagi
kenyataan Al-Hasan bin ‘Aliy yang menyerahkan imaamah kepada Mu’aawiyyah bin
Abi Sufyaan radliyallaahu ‘anhum (yang notabene dikafirkan orang Syi’ah)
pada tahun jama’ah. Seandainya imaamah ‘Aliy dan keturunannya itu
memang qath’iy berdasarkan nash atau wahyu, siapakah sebenarnya yang
layak dikafirkan ?.
2.
Kema’shuman para
imam.
Ma’shum
menurut
teologi Syi’ah adalah terbebas dari kemaksiatan, dosa, kesalahan, dan bahkan
lupa. Dengan definisi itu, ternyata para imam Syi’ah tidaklah ma’shum,
karena mereka masih bernama manusia biasa yang kadang terjatuh dalam
kekeliruan. Diantaranya, kekeliruan ijtihaad ‘Aliy radliyallaahu
‘anhu yang telah membakar orang-orang musyrik :
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ
عِكْرِمَةَ، أَنَّ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، حَرَّقَ قَوْمًا فَبَلَغَ
ابْنَ عَبَّاسٍ، فَقَالَ: لَوْ كُنْتُ أَنَا لَمْ أُحَرِّقْهُمْ لِأَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَا تُعَذِّبُوا
بِعَذَابِ اللَّهِ، وَلَقَتَلْتُهُمْ "، كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ "
Telah menceritakan
kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdillah : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan, dari
Ayyuub, dari ‘Ikrimah : Bahwasannya ‘Aliy radliyallaahu
‘anhu pernah membakar satu kaum. Sampailah berita itu kepada Ibnu ‘Abbas,
lalu ia berkata : “Seandainya itu terjadi padaku, niscaya aku tidak akan
membakar mereka, karena Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Janganlah
menyiksa dengan siksaan Allah’. Dan niscaya aku juga akan bunuh mereka
sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam : ‘Barangsiapa yang
menukar agamanya, maka bunuhlah ia” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy no.
3017].
Dalam riwayat
At-Tirmidziy disebutkan :
فَبَلَغَ
ذَلِكَ عَلِيًّا، فَقَالَ: صَدَقَ ابْنُ عَبَّاسٍ
“Maka sampailah
perkataan itu pada ‘Aliy, dan ia berkata : ‘Benarlah Ibnu ‘Abbas” [Diriwayatkan
oleh At-Tirmidziy no. 1458; shahih].[4]
Juga, kekeliruannya
ketika ia enggan segera menyambut seruan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
shalat tahajjud, sehingga beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menghardiknya
:
حَدَّثَنَا
أَبُو الْيَمَانِ، قَالَ: أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ:
أَخْبَرَنِي عَلِيُّ بْنُ حُسَيْنٍ أَنَّ حُسَيْنَ بْنَ عَلِيٍّ أَخْبَرَهُ، أَنَّ
عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ أَخْبَرَهُ، " أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَرَقَهُ وَفَاطِمَةَ بِنْتَ النَّبِيِّ عَلَيْهِ السَّلَام
لَيْلَةً فَقَالَ: أَلَا تُصَلِّيَانِ؟، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَنْفُسُنَا بِيَدِ اللَّهِ فَإِذَا شَاءَ أَنْ يَبْعَثَنَا بَعَثَنَا،
فَانْصَرَفَ حِينَ قُلْنَا ذَلِكَ وَلَمْ يَرْجِعْ إِلَيَّ شَيْئًا، ثُمَّ
سَمِعْتُهُ وَهُوَ مُوَلٍّ يَضْرِبُ فَخِذَهُ، وَهُوَ يَقُولُ: وَكَانَ
الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا "
Telah menceritakan
kepada kami Abul-Yamaan, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Syu’aib,
dari Az-Zuhriy, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepadaku ‘Aliy bin Al-Husain,
bahwasannya Husain bin ‘Aliy pernah mengkhabarkan kepadanya : Bahwasannya ‘Aliy
bin Abi Thaalib pernah mengkhabarkan kepadanya : Bahwasannya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mendatangi dan membangunkannya dan
Faathimah di satu malam, lalu bersabda : “Tidakkah kalian berdua akan shalat
(tahajjud) ?”. Lalu aku (‘Aliy) menjawab : “Wahai Rasulullah, jiwa-jiwa
kami berada di tangan Allah. Seandainya Dia berkehendak untuk membangunkan
kami, niscaya Dia akan membangunkan kami”. Maka beliau berpaling ketika kami
mengatakan hal itu dan tidak kembali lagi. Kemudian kami mendengar beliau
membaca firman Allah sambil memukul pahanya : ‘Manusia
adalah makhluk yang paling banyak membantah’ (QS.
Al-Kahfi : 54)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1127. Lihat juga no. 4724
& 7347 & 7465].[5]
Dan yang lainnya.
3.
‘Aliy radliyallaahu
‘anhu adalah orang yang paling utama setelah Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam.
Dogma ini pun
tertolak, berdasarkan riwayat :
حَدَّثَنَا عَمْرُو
بْنُ عُثْمَانَ، ثنا بَقِيَّةُ، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ يَزِيدَ
بْنِ أَبِي حَبِيبٍ، عَنْ نَافِعٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: كُنَّا نَتَحَدَّثُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَّ خَيْرَ هَذِهِ الأُمَّةِ بَعْدَ
نَبِيِّهَا: أَبُو بَكْرٍ، ثُمَّ عُمَرُ، ثُمَّ عُثْمَانُ، فَيَبْلُغُ ذَلِكَ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلا يُنْكِرُهُ
Telah menceritakan
kepada kami ’Amru bin ‘Utsmaan : Telah menceritakan kepada kami Baqiyyah :
Telah menceritakan kepada kami Al-Laits bin Sa’d, dari Yaziid bin Abi Habiib,
dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : “Kami berkata di jaman Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam :
‘Bahwasannya sebaik-baik umat setelah Nabinya (shallallaahu ‘alaihi wa sallam)
adalah Abu Bakr, kemudian ‘Umar, kemudian ‘Utsmaan’. Lalu sampailah hal
itu kepada Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam, maka beliau tidak mengingkarinya”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim no. 1193; shahih].
حَدَّثَنَا
أَبُو عَلِيٍّ الْحَسَنُ بْنُ الْبَزَّارِ، ثنا الْهَيْثَمُ بْنُ خَارِجَةَ، ثنا
شِهَابُ بْنُ خِرَاشٍ، عَنْ حَجَّاجِ بْنِ دِينَارٍ، عَنْ أَبِي مَعْشَرٍ، عَنْ
إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا عَلَى الْمِنْبَرِ،
فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى مِنْبَرِ الْكُوفَةِ، يَقُولُ: " بَلَغَنِي أَنَّ
قَوْمًا يُفَضِّلُونِي عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ، وَلَوْ كُنْتُ تُقِدِّمْتُ
فِي ذَلِكَ لَعَاقَبْتُ فِيهِ، وَلَكِنِّي أَكْرَهُ الْعُقُوبَةَ قَبْلَ
التَّقْدِمَةِ، مَنْ قَالَ شَيْئًا مِنْ هَذَا فَهُوَ مُفْتَرٍ، عَلَيْهِ مَا
عَلَى الْمُفْتَرِي، إِنَّ خِيَرَةَ النَّاسِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَبَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبُو
بَكْرٍ، ثُمَّ عُمَرُ....
Telah menceritakan
kepada kami Abu ‘Aliy Al-Hasan bin Al-Bazzaar : Telah menceritakan kepada kami
Al-Haitsam bin Khaarijah : Telah menceritakan kepada kami Syihaab bin Khiraasy,
dari Hajjaaj bin Diinaar, dari Abu Mi’syar, dari Ibraahiim, dari ‘Alqamah, ia berkata
: Aku mendengar ‘Aliy di atas mimbar, lalu ia memukul mimbar Kuufah dengan
tangannya seraya berkata : Telah sampai kepadaku ada satu kaum yang
mengutamakan diriku di atas Abu
Bakr dan ‘Umar. Seandainya saja aku dapati hal itu sebelumnya, niscaya aku berikan/tetapkan
hukuman padanya. Akan tetapi aku tidak suka ada satu hukuman sebelum permasalahan
ada. Barangsiapa yang mengatakan sesuatu
dari hal tersebut, maka ia telah dusta. Baginya diberikan hukuman sebagai
seorang pendusta. Bahwasannya sebaik-baik manusia adalah Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam. Dan (sebaik-baik manusia) setelah Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam adalah Abu Bakr, kemudian ‘Umar…..” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah
no. 993; shahih].[6]
4.
Kekafiran Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsmaan, dan para shahabat
lainnya radliyallaahu ‘anhum.
Syi’ah adalah golongan takfiriy tulen sejak
jaman kemunculan nenek moyang mereka (‘Abdullah bin Saba’[7]).
Mereka mengkafirkan para shahabat, terutama Abu Bakr dan ‘Umar radliyallaahu
‘anhum. Tidak tersisa di kalangan shahabat yang tidak dikafirkan, kecuali
sedikit. Namun naasnya, pendirian ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu dan
ahlul-baitnya tidaklah demikian. Mereka menyayangi para shahabat, terutama Abu
Bakr dan ‘Umar radliyallaahu ‘anhum. Bahkan, ‘Aliy dan keturunannya
menamakan sebagian anak-anak mereka dengan nama Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsmaan[8].
Mereka semua saudara seiman. ‘Aliy dan keturunannya yang shaalih sangat
mengingkari orang-orang yang memusuhi Abu Bakr dan ‘Umar radliyallaahu
‘anhumaa.
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ
اللَّهِ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ أَنَّهُ
سَمِعَ ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُولُ وُضِعَ عُمَرُ عَلَى سَرِيرِهِ فَتَكَنَّفَهُ
النَّاسُ يَدْعُونَ وَيُصَلُّونَ قَبْلَ أَنْ يُرْفَعَ وَأَنَا فِيهِمْ فَلَمْ
يَرُعْنِي إِلَّا رَجُلٌ آخِذٌ مَنْكِبِي فَإِذَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ
فَتَرَحَّمَ عَلَى عُمَرَ وَقَالَ مَا خَلَّفْتَ أَحَدًا أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ
أَلْقَى اللَّهَ بِمِثْلِ عَمَلِهِ مِنْكَ وَايْمُ اللَّهِ إِنْ كُنْتُ
لَأَظُنُّ أَنْ يَجْعَلَكَ اللَّهُ مَعَ صَاحِبَيْكَ وَحَسِبْتُ إِنِّي كُنْتُ
كَثِيرًا أَسْمَعُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَهَبْتُ
أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَدَخَلْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ
وَخَرَجْتُ أَنَا وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ
Telah menceritakan
kepada kami ‘Abdaan : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah : Telah
menceritakan kepada kami ‘Umar bin Sa’iid, dari Ibnu Abi Mulaikah : Bahwasannya
ia mendengar Ibnu ‘Abbaas berkata : “Setelah jasad 'Umar diletakkan di atas
tempat tidurnya, orang-orang datang berkumpul lalu mendoakan dan menshalatinya
sebelum diusung. Saat itu aku ada bersama orang banyak, dan tidaklah aku
terkaget melainkan setelah ada orang yang meletakkan siku lengannya pada
bahuku, yang ternyata dia adalah 'Aliy bin Abi Thaalib. Kemudian dia memohonkan
rahmat bagi 'Umar dan berkata : ‘Tidak ada seorang pun yang engkau
tinggalkan yang lebih aku cintai untuk bertemu dengan Allah dengan amalanmu
daripadamu dibandingkanmu. Dan demi Allah, sungguh aku yakin sekali
bahwa Allah akan menjadikanmu bersama kedua sahabatmu (Nabi shallallaahu
'alaihi wasallam dan Abu Bakr) dikarenakan aku sering kali mendengar Nabi shallallaahu
'alaihi wasallam bersabda : ‘Aku berangkat (bepergian) bersama Abu Bakr
dan 'Umar. Aku masuk bersama Abu Bakr dan 'Umar. Aku keluar bersama Abu Bakr
dan 'Umar’ [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3685].
حَدَّثَنَا شَبَابَةُ، قَالَ: حَدَّثَنَا
شُعْبَةُ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ إيَاسٍ، عَنْ يُوسُفَ بْنِ مَاهِكٍ، عَنْ مُحَمَّدِ
بْنِ حَاطِبٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَلِيًّا يَخْطُبُ يَقُولُ: "إِنَّ الَّذِينَ
سَبَقَتْ لَهُمْ مِنَّا الْحُسْنَى أُولَئِكَ عَنْهَا مُبْعَدُونَ، قَالَ:
عُثْمَانُ مِنْهُمْ "
Telah menceritakan
kepada kami Syabaabah, ia berkata : Telah menceritakan kepada Syu’bah, dari
Ja’far bin Iyaas, dari Yuusuf bin Maahik, dari Muhammad bin Haathib, ia berkata
: Aku mendengar ‘Aliy berkhutbah dan berkata : “(Allah berfirman) : ‘Bahwasanya
orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka
itu dijauhkan dari neraka’ (QS. Al-Anbiyaa’ : 101)”. ‘Aliy berkata :
“’Utsmaan termasuk di antara mereka” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no.
32588; shahih[9]].
حَدَّثَنِي
أَبِي نا أَسْبَاطٌ، عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْسٍ، قَالَ: سَمِعْتُ جَعْفَرَ بْنَ
مُحَمَّدٍ، يَقُولُ: " بَرِئَ اللَّهُ مِمَّنْ تَبَرَّأَ مِنْ أَبِي بَكْرٍ
وَعُمَرَ "
Telah menceritakan
kepadaku ayahku : Telah mengkhabarkan kepada kami Asbaath, dari ‘Amru bin Qais,
ia berkata : Aku mendengar Ja’far bin Muhammad berkata : “Allah berlepas diri
terhadap orang-orang yang berlepas diri terhadap Abu Bakr dan ‘Umar” [Diriwayatkan
oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam As-Sunnah no. 1182; shahih[10]]
حدثنا زيد بن الحباب قال :
حدثنا عبد الله العلاء أبو الزَّبْر الدمشقي قال : حدثنا عبد الله بن عامر، عن
واثلة الأسقع قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لَا تَزَالُوْنَ بِخَيْرٍ
مَا دَام عَلَيْكُمْ مَنْ رَآنِيْ وَصَاحَبَنِيْ. وَاللهِ لَا تَزَالُوْنَ
بِخَيْرٍ مَا دَامَ فِيْكُمْ مَنِ رَأى مَنْ رَآنِيْ وَصَاحَبَ مَنْ صَاحَبَنِيْ،
وَاللهِ لَا تَزَالُوْنَ بِخَيْرٍ مَا دَامَ فِيْكُمْ مَنْ رَأَى مَنْ رَأَى مَنْ
رَآنِيْ، وَصَاحَبَ مَنْ صَاحَبَ مَنْ صَاحَبَنِيْ.
Telah menceritakan
kepada kami Zaid bin Al-Habbaab, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami
‘Abdullh Al-‘Alaa’ Abu Zabr Ad-Dimasyqiy, ia berkata : Telah menceritakan
kepada kami ‘Abdullah bin ‘Aamir, dari Waatsilah Al-Asqa’, ia berkata : Telah
bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Kalian akan
senantiasa berada dalam kebaikan selama ada di tengah-tengah kalian orang yang
pernah melihatku dan bershahabat denganku. Demi Allah, kalian akan senantiasa
berada dalam kebaikan selama ada di tengah-tengah kalian orang yang pernah
melihat orang yang pernah melihatku dan bershahabat dengan orang yang pernah
bershahabat denganku. Demi Allah, kalian akan senantiasa berada dalam kebaikan selama
ada di tengah-tengah kalian orang yang pernah melihat orang yang pernah melihat
orang yang pernah melihatku, dan bershahabat dengan orang yang bershahabat
dengan orang yang bershahabat denganku” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah
12/178; hasan[11]].
5.
Mut’ah.
Ini adalah praktek
prostitusi yang dilegalkan orang Syi’ah dengan memakai kedok agama. Padahal,
‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu dengan tegas mengingkarinya
sebagaimana riwayat :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ
وَابْنُ نُمَيْرٍ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ جَمِيعًا عَنْ ابْنِ عُيَيْنَةَ قَالَ
زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ الْحَسَنِ
وَعَبْدِ اللَّهِ ابْنَيْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِمَا عَنْ عَلِيٍّ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ نِكَاحِ الْمُتْعَةِ يَوْمَ خَيْبَرَ وَعَنْ
لُحُومِ الْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ
Telah menceritakan
kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah, Ibnu Numair, dan Zuhair bin Harb,
kesemuanya dari Ibnu ‘Uyainah. Zuhair berkata : Telah menceritakan kepada kami
Sufyaan bin ‘Uyainah, dari Az-Zuhriy, dari Al-Hasan dan ‘Abdullah – keduanya
adalah anak Muhammad bin ‘Aliy - , dari ayahnya, dari ‘Aliy (bin Abi Thaalib) :
“Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang nikah
mut’ah dan (memakan) daging keledai kampung/peliharaan pada hari (peperangan)
Khaibar” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 1407].
Itulah
tinjauan kegagalan dogma teologi Syi’ah menurut Ahlus-Sunnah, yang sebagian
besar jalur periwayatannya melalui Ahlul-Bait radliyallaahu ‘anhum. Kita
tak perlu tertipu akan hasutan-hasutan Syi’ah, karena kitalah – Ahlus-Sunnah –
yang lebih pantas menyandang predikat Syi’ah (pembela) ‘Aliy daripada
orang-orang Syi’ah Raafidlah yang justru mengkhianati ajaran ‘Aliy dan
Ahlul-Bait-nya.
Wallaahul-musta’aan.
[Silakan
bagi bagi Pembaca untuk membaca beberapa artikel tentang Syi’ah yang judulnya
tertera di halaman Daftar
Artikel, dan Sub Bab : Syi’ah].
[Abul-Jauzaa’
- perumahan ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor - 06091434/14072013 – 22:24 WIB].
[1] Selengkapnya, baca artikel : Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam Tidak Berwasiat tentang Kepemimpinan
kepada ‘Ali radliyallaahu ‘anhu.
[4] Selengkapnya, baca artikel : Shahih
: ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu Membakar Kaum Atheis.
[5] Selengkapnya, baca artikel : Pengakuan
Imam Ma’shum bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam Pernah Marah
Kepadanya.
[6] Selengkapnya, baca artikel :
حَدَّثَنَا عَمْرِو بْنِ مَرْزُوقٍ، قَالَ: أنا شُعْبَةُ، عَنْ سَلَمَةَ
بْنِ كُهَيْلٍ، عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ،
قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ:
مَا لِي وَلِهَذَا الْحَمِيتِ الأَسْوَدِ، يَعْنِي: عَبْدَ اللَّهِ بْنَ سَبَإٍ،
وَكَانَ يَقَعُ فِي أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ.
Telah
menceritakan kepada kami ‘Amru bin Marzuuq, ia berkata : Telah mengkhabarkan
kepada kami Syu’bah, dari Salamah bin Kuhail, dari Zaid bin Wahb, ia berkata :
Telah berkata ‘Aliy (bin Abi Thaalib) : “Apa urusanku dengan orang hitam jelek
ini – yaitu ‘Abdullah bin Saba’ - . Dia biasa mencela Abu Bakar dan ’Umar”
[At-Taariikh no. 4358;
shahih].
Silakan baca artikel :
[9] Selengkapnya, baca artikel : 'Aliy bin Abi Thaalib : 'Utsmaan bin 'Affaan radliyallaahu
'anhumaa Termasuk Orang-Orang yang Dijauhkan dari Neraka.
Sumber : http://abul-jauzaa.blogspot.com
Jumat, 19 Juli 2013
AL-WALA’ WAL-BARA’ DALAM ISLAM
Rabu, 17 Juli 2013
استجيبوا لله ورسوله Bersegera Memenuhi Seruan Allah dan Rasul-Nya
Bersegera Memenuhi Seruan Allah dan Rasul-Nya
Muhammad
Ashim Musthofa
محمد
عاصم مصطفى
Bersegera Memenuhi
Seruan Allah dan Rasul-Nya
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi
wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.
قال الله تعالى: ﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱسۡتَجِيبُواْ لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمۡ لِمَا يُحۡيِيكُمۡۖ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَحُولُ بَيۡنَ ٱلۡمَرۡءِ وَقَلۡبِهِۦ وَأَنَّهُۥٓ إِلَيۡهِ تُحۡشَرُونَ ٢٤﴾ [الأنفال: 24]
Hai orang-orang beriman,
penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu
yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada -Nyalah kamu akan
dikumpulkan [Al-Anfal/8:24]
Langganan:
Postingan
(
Atom
)