Kamis, 16 Mei 2013

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ternyata Melarang Istighatsah Bag III

Print
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Sosok yang paling Alim dalam memahami Kitab & Sunnah, dan sosok yang paling konsisten dalam mengikutinya.

(tanggapan dan nasehat kepada Ust. M.Ramli atas tulisannya yang berjudul: IBNU TAIMIYAH, ULAMA KONTROVERSIAL DALAM BANYAK PERSOALAN)

Ust. Ramli berkata: SUNNI: “Hukum tawasul dan istighatsah dengan Nabi SAW maupun wali yang sudah wafat, bukan tertanam di dalam benak Muslim Sunni sekarang, akan tetapi merupakan ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, para sahabat, ulama Salaf dan Ahli Hadits. Justru Ibnu Taimiyah adalah orang pertama yang mengharamkan tawasul dan istighatsah dengan Nabi SAW atau wali setelah wafat."

Saya: di sini ust. Ramli telah menelan kembali ucapannya sendiri dengan mengatakan "Justru Ibnu Taimiyyah adalah orang yang pertama mengharamkan tawassul dan Istighatsah", padahal sebelumnya dengan samar-samar ia menegaskan bahwa Ibnu Taimiyyah membolehkan Istighatsah. Hadahullah

Ust. Ramli berkata: "SUNNI: “Dalam tawasul dan istighatsah, seseorang bukan meminta tolong kepada makhluq, akan tetapi berdoa kepada Allah, disertai dengan memanggil atau menyebut nama seseorang yang mulia menurut Allah, seperti Nabi SAW atau wali. Oleh karena itu, istighatsah dan tawasul tidak termasuk perbuatan syirik. Terbukti Syaikh Ibnu Taimiyah sendiri berkata dalam al-Kalim al-Thayyib:"

Saya: Ust. Ramli masih belum bisa membedakan antara tawassul dengan Istighatsah, di sini akan saya paparkan sedikit semoga beliau mau memahaminya: Istighatsah ialah permohonan untuk menghilangkan Syiddah (kesusahan yang sangat), dan terbagi menjadi tiga bagian:

1. Istighatsah kepada Allah. Ini jelas hukumnya di anjurkan

2. Istigatsah kepada Makhluk pada urusan yang ia mampu seperti meminta kepada dokter agar di obati. ini pun boleh hukumnya.

3. Istighatsah kepada makhluk pada perkara yang tidak mampu ia lakukan, seperti meminta kesembuhan dengan memanggil nama seorang wali disertai dengan ucapan meminta seperti : wahai wali Allah tolonglah sembuhkan aku. Inilah istihgatsah yang terlarang dan bentuk nyata dari pe-nyekutuan kepada Allah dengan makhluknya, yang tidak satu pun hal ini pernah dilakukan oleh generasi terbaik.

Adapun tawassul: adalah berdoa kepada Allah  dengan menyebut nama seorang yang memiliki kemuliaan di sisi Allah dengan harapan bahwa penyebutan nama orang tersebut dapat memudahkan terkabulnya doa, inilah perbedaan antara Istigatsah dan tawassul. Adapun anggapan Istighatsah bukan meminta tolong kepada makhluq, maka saya belum mendapatkan seorang pun dari kalangan ulama - yang membolehkan istighatsah -mengatakan hal tersebut.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ternyata Melarang Istighatsah Bag II

Print
(Bantahan terhadap Ust. Muhammad Ramli Idurs yang menuduh beliau mendukung Istighatsah )

Ust. M.Ramli Idrus berkata:

"Kaum Wahabi mengkafirkan orang yang beristighatsah. Apabila mereka konsisten dengan pandangan tersebut, harusnya mereka juga mengkafirkan Ibnu Taimiyah yang menganjurkan istighatsah, mengkafirkan Ibnu Umar, ulama salaf, Imam al-Bukhari dan ahli hadits yang beristighatsah atau menganjurkannya."

Ada beberapa hal yang harus diluruskan dari  Ust. M. Ramli dan sekutunya  dengan perkataannya di atas, di antaranya adalah:

1.   "kaum Wahabi Mengkafirkan orang yang beristighatsah"

Wahabi adalah laqab untuk memojokkan siapa saja yang berdakwah dengan tauhid dan sunnah seperti halnya dakwah yang di emban oleh para Rasul, dan sebagai laqab atas siapa saja yang menerima kebenaran dakwah yang telah diperjuangkan oleh Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab,  maka jelas ini adalah pelanggaran Syariat, sebab Allah telah melarang antara sesama muslim saling memberikan Laqab dalam rangka saling memojokkan, Allah berfirman dalam Al-Qur'an:

وَلا تَنَابَزُوا بِالأَلْقَابِ  (سورة الحجرات 11 )
"dan janganlah kalian saling memanggil dengan gelar yang buruk" [QS. Al Hujuraat : 11]

Ingatlah, tahukah anda bahwa Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab Rahimahullah tidaklah berdakwah dengan membawa ajaran baru yang beliau dapatkan dari kantongnya sendiri, bahkan dakwah tauhid dan dakwah agar kembali kepada Sunnah semata adalah dakwah semua para Ulama terdahulu, namun hal ini tidak akan pernah dapat di pahami oleh siapa saja yang hatinya selalu penuh benci. Sebuah sastra arab berbunyi:

قال عبد اللّه بن معاوية :

 وعين الرِّضا عن كلِّ عيبٍ كليلةٌ      *       ولكنَّ عينَ السُّخط تُبْدي المساويا

Abdullah Bin Mu'awiyah berkata:
Dan pandangan kerelaan dari segala aib menjadi buta
Namun pandangan kebencian selalu akan memperlihatkan keburukan.

Dan Jika seandainya Laqab Wahabi tersebut adalah untuk siapa saja yang berpegang kepada tauhid dan Sunnah maka tidaklah mengapa, seperti halnya imam Syafi'i Rahimahullah yang rela di sebut (Syiah) Rofidhah apabila yang dimaksud dengannya adalah mencintai Ahlul Bait - yang merupakan bagian dari pondasi keyakinan Ahlussunnah Wal Jamaah - , beliau berkata:

إن كان رفضا حب آل محمد        *      فليشهد الثقلان أني رافضي
Jikalah Rafidhoh adalah mencintai Aalu Muhammad
Maka hendaklah kedua bangsa (Jin dan manusia) menyaksikan bahwa sebenarnya aku adalah Rafidhah

Namun Alhamdulillah, ternyata Sayyid Muhammad Bin Alwiy Almalikiy memilih lebih baik memberikan sanjungan kepada Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab dari pada menuduh beliau sebagai tukang mengkafirkan, seperti yang akan dijelaskan sebentar lagi, tidak seperti sikap yang ditunjukkan oleh ust. M.Ramli.

Ahlussunnah tidak mengkafirkan siapapun kecuali mereka telah dengan jelas kafir, seperti kafirnya orang yang mengingkari Wajibnya Shalat, seperti kafirannya orang hindu, budha, yahudi, dan nasrani, mereka adalah golongan-golongan kafir yang wajib kita katakan kafir, kecuali mungkin Ust. M. Ramli ini memiliki pandangan yang berbeda dalam hal ini, Wallahu A'lam.

Adapun orang yang beristighatsah tidaklah dengan serta merta lantas akan menjadi kafir seperti yang dituduhkan oleh Ustadz ini, bahkan Syaikh Muhammad bin Abdil wahhab sendiri dengan jelas telah membantah tuduhan-tuduhan mengkafirkan yang selalu di kaitkan kepada diri beliau, seperti hal ini juga ditetapkan dan diakui oleh Sayyid Muhammad Alwiy Almalikiy dalam kitabnya Mafahim yajibu An Tushahhah, beliau berkata:

موقف الشيخ محمد بن عبد الوهاب
وقد وقف الشيخ محمد بن عبد الوهاب رحمه الله في هذا الميدان موقفاً عظيماً ، قد يستنكره كثير ممن يدعي أنه منسوب إليه ومحسوب عليه ، ثم يكيل الحكم بالتكفير جزافاً لكل من خالف طريقته ونبذ فكرته ، وها هو الشيخ محمد ابن عبد الوهاب ينكر كل ما ينسب إليه من هذه التفاهات والسفاهات والافتراءات فيقول ضمن عقيدته في رسالته الموجهة لأهل القصيم قال :
ثم لا يخفى عليكم أنه بلغني أن رسالة سليمان بن سحيم قد وصلت إليكم وأنه قبلها وصدقها بعض المنتمين للعلم في جهتكم ، والله يعلم أن الرجل افترى عليَّ أموراً لم أقلها ولم يأت أكثرها على بالي .
فمنها : قوله : إني مبطل كتب المذاهب الأربعة ، وإني أقول : إن الناس من ستمائة سنة ليسوا على شيء ، وإني أدعي الاجتهاد ، وإني خارج عن التقليد ، وإني أقول : إن اختلاف العلماء نقمة ، وإني أكفر من توسل بالصالحين ، وإني أكفر البوصيري لقوله : يا أكرم الخلق ، وإني أقول : لو أقدر على هدم قبة رسول الله - صلى الله عليه وسلم - لهدمتها ، ولو أقدر على الكعبة لأخذت ميزابها وجعلت لها ميزاباً من خشب ، وإني أحرم زيارة قبر النبي - صلى الله عليه وسلم - ، وإني أنكر زيارة قبر الوالدين وغيرهما ، وإني أكفر من حلف بغير الله ، وإني أكفر ابن الفارض وابن عربي ، وإني أحرق دلائل الخيرات وروض الرياحين ، وأسميه روض الشياطين .
جوابي عن هذه المسائل : أن أقول : { سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ } ، وقبله من بهت محمداً صلى الله عليه وسلم أنه يسب عيسى بن مريم ، ويسب الصالحين ، فتشابهت قلوبهم بافتراء الكذب ، وقول زور . قال تعالى : { إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللّهِ } الآية ، بهتوه صلى الله عليه وسلم بأنه يقول : إن الملائكة وعيسى وعزيراً في النار ، فأنزل الله في ذلك : { إِنَّ الَّذِينَ سَبَقَتْ لَهُم مِّنَّا الْحُسْنَى أُوْلَئِكَ عَنْهَا مُبْعَدُونَ } .
أنظر الرسالة الأولى من الرسائل الشخصية ضمن مجموعة مؤلفات الشيخ الإمام محمد بن عبد الوهاب المنشورة باهتمام جامعة الإمام محمد بن سعود الإسلامية .

Artinya:
Sikap Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab

Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab Rahimahullah dalam lingkup ini (yaitu masalah pengkafiran seorang muslim) telah mengambil sikap yang begitu agung, sehingga banyak dari kalangan orang-orang yang mengaku bahwa dirinya bernisbat dan terhitung kepada dirinya mengingkari sikap tersebut dan kemudian menentukan hukum pengkafiran tanpa pertimbangan atas orang yang menyelisihi jalan dan pola pikirannya.

Dan inilah beliau Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab telah mengingkari setiap perkara yang pernah dikaitkan kepada dirinya dari perkara-perkara yang hina, bodoh, dan mengada-ada, beliau berkata tentang akidah beliau sendiri yang terkandung di dalam sepucuk surat yang tertuju kepada penduduk Qashim:

"Kemudian tidaklah samar atas kalian, seperti kabar yang telah sampai kepadaku, sesungguhnya surat Sulaiman Bin Suhaim telah sampai kepada kalian, dan bahwa sebagian orang yang condong kepada ilmu yang berada di pihak kalian telah membenarkan keberadaan surat itu, dan Allah mengetahui sesungguhnya orang ini (Sulaiman Bin Suhaim) telah mengada-adakan dusta atas diriku pada beberapa perkara yang tidak pernah aku ucapkan, dan kebanyakan dari perkara-perkara tersebut tidak pernah datang dalam pikiranku.

Maka di antara kedustaan itu adalah perkataannya: "Bahwa aku membatalkan kitab-kitab madzhab yang empat, bahwa aku pernah berkata: sesungguhnya manusia semenjak dari Enam Ratus tahun lalu mereka tidak berada di atas apa-apa (kebenaran), dan bahwa aku mengklaim Ijtihad, dan bahwa aku keluar dari koridor Taqlid, dan bahwa aku pernah berkata: bahwa sebenarnya perbedaan pendapat ulama adalah azab, dan bahwa aku mengkafirkan orang yang bertawassul dengan orang-orang Shalih,

Dan bahwa sesungguhnya aku mengkafirkan Al-Bushairi karena perkataannya: "Wahai makhluk yang paling mulia", dan bahwa sesungguhnya aku pernah mengatakan: "seandainya saja aku mampu menghancurkan kubah (Rumah) Rasulullah – Shallallahu 'Alaihi Wasallam- niscaya aku telah menghancurkannya, dan bahwa seandainya aku mampu berkuasa atas ka'bah, maka aku akan mengambil pintunya dan aku akan membuatkannya pintu dari kayu,

Dan bahwa aku mengharamkan berziarah ke kuburan Nabi – Shallallahu 'Alaihi wasallam, dan bahwa aku mengingkari ziarah ke kuburan kedua orang tua dan ke  yang lainnya, dan bahwa aku mengkafirkan siapa saja yang bersumpah selain dengan Allah, dan bahwa aku mengkafirkan Ibnu Faridh dan Ibnu 'Arabiy, dan bahwa aku membakar kitab Dala'ilul Khairat dan kitab Raudhur Rayyahin lalu aku menamakannya Raudhusy Syayathin.

Dan sebagai jawabanku atas masalah-masalah ini, aku katakan: "Mahasuci engkau (Allah), ini adalah kedustaan yang besar", dan dari sebelumnya ada orang yang mendustakan Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam bahwa beliau telah mencaci nabi Isa Bin Maryam, dan telah mencaci orang-orang Shalih, maka serupalah hati mereka (yakni orang yang berdusta atas Nabi dan atas Syaikh Muhammad Bin Abdil Wahhab) dalam mengada-adakan kedustaan dan ucapan palsu. Allah berfirman: "Sesungguhnya hanya orang-orang yang mengada-adakan kedustaanlah yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah", mereka menuduh Rasulullah dengan sesuatu yang tidak pernah beliau ucapkan, bahwa beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkata: "sesungguhnya para malaikat, Isa dan Uzair berada di dalam neraka", maka Allah pun menurunkan ayat ini: "Sesungguhnya orang-orang yang telah lebih dulu kebaikan mereka ada dari kami, mereka adalah orang-orang yang jauh dari neraka". 

Lihat Surat pertama dari beberapa surat pribadi yang terdapat di dalam kumpulan karya-karya tulis Syaikh Imam Muhammad Bin Abdil Wahhab yang telah beredar dengan pantauan Universitas Islam Imam Muhammad Bin Su'ud.

Allahu Akbar, atas dukungan Sayyid Alwiy Almalikiy kepada Syaikh Muhammad Bin Abdil wahhab yang berlepas diri dari mengkafirkan kaum muslimin, maka kiranya tidak berlebih jika katakana bahwa beliau juga ternyata Wahabi.

Adalah Sayyid Muhammad Alwiy Almaliki  yang menjadi Imam besar ASWAJA NU di zaman ini, beliau menepis tuduhan atas Syaikh Muhammad Bin Abdil wahhab bahwa beliau tukang mengkafirkan, maka rasanya tuduhan ust. M. Ramli atas bahwa Wahabi mengkafirkan semata adalah spam yang harus di delete oleh dia sendiri dan semoga Allah memberinya petunjuk.


2.   Perkataan ust.M.Ramli :

 "Apabila mereka konsisten dengan pandangan tersebut, harusnya mereka juga mengkafirkan Ibnu Taimiyah yang menganjurkan istighatsah, mengkafirkan Ibnu Umar, ulama salaf, Imam al-Bukhari dan ahli hadits yang beristighatsah atau menganjurkannya."

Dalam paragraf ini ust.M.Ramli ingin melazimkan dan memojokkan ahlussunnah wal jama'ah agar mengkafirkan Ibnu Umar, Ulama Salaf, Imam al-Bukhari dan ahli hadits yang beristighatsah atau menganjurkannya karena menurutnya wahabi telah mengkafirkan orang yang beristighatsah.

Abdullaah bin Umar sama sekali tidak pernah melakukan Istighatsah, apalagi menganjurkannya, seperti yang telah dijelaskan pada tulisan yang sebelumnya.

Ulama Salaf manakah yang di maksud oleh ustadz M.Ramli ?

Apakah Habib Abdullah Bin Alawiy Alhaddad yang menulis di anjurkannya istighatsah dalam kitabnya "Saiful batir Li 'Unuqil Munkir 'Alal Akabir" ? ataukah Sayyid Ahmad bin Zainiy Dahlan ? ataukah mungkin Syaikh Hasan As-saqqaf Al-Urduniy?

Kita berharap ust. M.Ramli bersedia mendatangkan siapa saja Ulama salaf yang ia maksudkan telah menganjurkan istighatsah, jika tidak maka ia telah membuat opini yang sangat buruk terhadap masyarakat atas nama Ulama salaf.

Imam Bukhari manakah yang di maksud olehnya? dan Ulama hadits lain manakah yang ia maksudkan?

Habib Abdullah Bin Alawiy Alhaddad dalam kitabnya "Saiful batir Li 'Unuqil Munkir 'Alal Akabir" yang beliau tulis pada tahun 1851 M. menyebutkan beberapa nama tokoh yang di anggapnya membolehkan istighatsah, berikut tulisannya:

Syaikhul Islam Zakariya berkata, demikian juga Zainuddin Al-Iraqi Al-Syafi'i dan Imam Ibnu Rusyd Al-Malikiy sebagaimana telah lebih dulu (dipaparkan) di sini pada awal kitab, bahwa jika kamu memanggil makhluk baik yang hidup ataupun yang mati, (maka panggilan itu) dinamakan Nidaa', dan jika kamu memanggil Rabbmu, (maka panggilan itu) dinamakan do'a, maka jelaslah perbedaan antara ucapan "wahai Allah" dengan "wahai Wali Allah" atau "wahai fulan" dari beberapa makhluk. Dan dengan yang demikian itu para ulama telah menjelaskannya, dan telah datang dari Sunnah dengan lafal "Wahai para hamba Allah tolonglah aku".

Adakah nama imam Bukhari disebut dalam nukilan di atas? Habib Alhaddad saja yang menjadi panutan di zamannya dan sampai hari ini oleh sebagian orang –Hadahullah-, tidak menyebutkan walau satu Huruf saja dari nama Imam Bukhari, lalu apakah hal yang mendorong ustadz ini berani menyebut-nyebut nama Imam Bukhari dalam perkara yang begitu fatal akibatnya ini?

Para Imam yang disebutkan oleh Habib Alhaddad  di atas hanya memaparkan makna perbedaan antara Nida' (panggilan) kepada Allah dan Nida' kepada sesama makhluk, yang pertama disebut do'a sedangkan yang kedua bukan, itu saja. Mereka tidak mengatakan beristighatsahlah kepada makhluk sebagai mana bisa di lihat pada nukilan di atas.

Kalaupun seandainya benar para ulama yang tersebut namanya di atas menghendaki bolehnya istighatsah kepada makhluk dengan memaparkan perincian makna Nida', lalu Apakah hal ini  sah menjadi dalil atas boleh dan dianjurkannya istighatsah kepada makhluk? Tentu tidak, Sebab yang menjadi titik berat permasalahan di sini sebenarnya bukanlah tentang Nidaa' (Wahai) dan penamaannya, namun tentang kalimat permohonan "Aghitsuunii" (tolonglah aku), yang sangat jelas telah mengarah kepada Istighatsah kepada makhluk, dan jika ini dianggap bukan suatu kesyirikan dalam Uluhiyyah, lalu yang manakah kesyirikan dalam Uluhiyyah? sebut saja kata "Aghitsuunii" bukanlah do'a, namun hal itu tidak akan mengubah hakikatnya, sedangkan yang dinilai adalah hakikat bukan penamaan sesuatu.

Maka dari itu sekali lagi Kita berharap ust. M.Ramli agar bersedia mendatangkan siapa saja Ulama salaf yang ia maksudkan menganjurkan istighatsah, jika tidak maka ia telah membuat opini yang sangat buruk terhadap masyarakat atas nama Imam Bukhari dan ulama hadits lainnya.

Demikian, semoga Allah menunjukkan kita semua hidayah Iman sampai ajal menjemput.

Bekasi, 15 mei 2013
Penulis: Ust. Musmulyadi Lukman, Lc.
Sumber : firanda.com

Selasa, 14 Mei 2013

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ternyata Melarang Istighatsah


Print
adakah dalil anjuran Istighatsah(Bantahan terhadap Ust. Muhammad Ramli Idurs yang menuduh beliau mendukung Istighatsah )
الحمد لله والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى أله وأصحابه ومن تبعهم بالتوحبد الى يوم الميعاد أما بعد :
Karena keyakinan dianjurkannya Istighatsah kepada makhluk yang telah mengakar di dalam diri seorang ust. M.Ramli Idrus, iapun akhirnya memaksakan diri untuk mencari dan merangkai tulisan sebagai bekingan atas keyakinan itu, di antara yang telah ia tulis adalah sebuah status di laman FBnya yang ia beri judul:
IBNU TAIMIYAH MEMPERMALUKAN KAUM WAHABI YANG ANTI ISTIGHATSAH
Dan berikut tulisan Ust.M.Ramli Idrus selengkapnya:

Gambar tersebut ada scan dari kitab al-Kalim al-Thayyib, karya Ibnu Taimiyah, yang mengutip riwayat dari Ibnu Umar radhiyallaahu 'anhuma, bahwa ketika kaki beliau mati rasa, beliau beristighatsah dengan berkata, "Yaa Muhammad."
Di bawahnya adalah scan dari kitab Qa'idah Jalilah fit Tawassul wal Wasilah, karya Ibnu Taimiyah juga, mengutip riwayat dari sebagian ulama salaf, yang beristighatsah dengan Nabi SAW yang sudah wafat, ketika perutnya terserang penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Kaum Wahabi mengkafirkan orang yang beristighatsah. Apabila mereka konsisten dengan pandangan tersebut, harusnya mereka juga mengkafirkan Ibnu Taimiyah yang menganjurkan istighatsah, mengkafirkan Ibnu Umar, ulama salaf, Imam al-Bukhari dan ahli hadits yang beristighatsah atau menganjurkannya.
Semoga kaum Wahabi dapat hidayah dari Allah dan beristighatsah Amin.Kalau tidak mendapathidayah, semog aumat Islam diselamatkan dari fitnah dan keburukan kaum Wahabi. Amin.
Dengan beristighatsahhanya kepada Allah yang mahakuasa, maka berikut ini adalah sedikit tulisan untuk meluruskan tuduhan ust. M. Ramli atas Syaikhul Islam IbnuTaimiyyah, semoga Allah menetapkan kita semua di atas Tauhid hingga ajal menjemput.
Ust. M. Ramli Idrus berkata:
"harusnya mereka juga mengkafirkan Ibnu Taimiyah yang menganjurkan istighatsah".
Dia hendak memojokkan Ahlussunnah Waljama'ah Assalafiy dengan cara membenturkan mereka dengan pendapat Syaikhul Islam, namun ternyata tipu daya ini hanya akan menjerat ust. M.Ramli sendiri, dan berikut pendapat Syaikhul Islam tentang Istighatsah :

Kamis, 02 Mei 2013

"TAHLILAN MAKRUH TIDAK HARAM"


Print
(Mengkritisi Tuduhan Ustadz Idrus Ramli bahwa Wahabi adalah PEMBOHONG)

Al-Ustadz Muhammad Idrus Ramli adalah Aktivis Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama Cabang Jember dan Dewan Pakar ASWAJA Center PWNU Jawa Timur, peneliti dan pemerhati wacana pemikiran kontemporer.

Al-Ustadz Muhammad Idrus Ramli berkata : ((Berkaitan dengan tradisi kenduri kematian ini, ada beberapa pendapat di kalangan para ulama yang perlu kita jadikan renungan, agar tidak gegabah dan radikal dalam menyikapinya.
Pertama, menurut mayoritas ulama kenduri kematian hukumnya makruh, tetapi kemakruhan ini tidak sampai menghilangkan pahala sedekah yang dilakukan. Jadi dilihat dari proses pelaksanaanya, dihukumi makruh, tetapi dilihat dari esensi sedekahnya tetap mendatangkan pahala. Akan tetapi hukum makruh ini akan meningkat volumenya menjadi hukum haram, apabila makanan tersebut diambilkan dari harta ahli waris yang mahjur (tidak boleh mengelola hartanya seperti anak yatim dan belum dewasa), atau dapat menimbulkan madarat bagi keluarga si mati.

Dan hukum makruh ini akan menjadi hilang, apabila makanan yang dihidangkan merupakan hasil dari sumbangan dan kontribusi tetangga seperti yang seringkali terjadi dalam budaya nusantara)) (lihat : http://statustadz.blogspot.com/2013/04/tradisi-kenduri-kematian_23.html)

Al-Ustadz juga berkata :

((KEBOHONGAN WAHABI TENTANG TAHLILAN

WAHABI: “Mengapa Anda Tahlilan? Bukankah Imam al-Syafi’i melarang Tahlilan?”
SUNNI: “Setahu saya, Imam al-Syafi’i tidak pernah melarang Tahlilan. Anda pasti berbohong dalam perkataan Anda tentang larangan Tahlilan oleh Imam al-Syafi’i.”

WAHABI: “Bukankah dalam kitab-kitab madzhab Syafi’i telah diterangkan, bahwa selamatan selama tujuh hari kematian itu bid’ah yang makruh, dan beliau juga berpendapat bahwa hadiah pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayit?”

SUNNI: “Nah, terus di mana letaknya Imam al-Syafi’i melarang Tahlilan? Apakah seperti yang Anda jelaskan itu? Kalau seperti itu maksud Anda, berarti Anda membesar-besarkan persoalan yang semestinya tidak perlu dibesar-besarkan. “
WAHABI: “Kenapa begitu?”